BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan luar biasa di Indonesia pada hakekatnya tidak berbeda dari perkembangannya pendidikan luar biasa di dunia. Penyelenggaraan pendidikan khususnya pendidikan luar biasa telah lama menjadi perhatian masyarakat. Hal ini merupakan pertanda bahwa kebutuhan akan pendidikan bagi tiap individu telah dirasakan oleh semua pihak. Menurut Moh. Amin dan A. Dwi djosumarto (1979 : 56) tempat khusus bagi anak buta, lumpuh, miskin dan sebagainya didirikan untuk pertamakalinya oleh raja-raja Jawa setelah masuknya agama Islam.
Pendidikan formal pertama untuk anak tunanetra didirikan di Bandung pada tahun 1901, kemudian disusul berdirinya lembaga untuk anak tunagrahitna di Bandung pada tahun 1921. Secara konstitusional dalam UU 1945 Pasal 31 di tegaskan bahwa “ Seetiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Untuk merealisasikan hak akan pendidikan IN Pemerintah menetapkan UU RI NO 4 tahun 1950 dan No 12 tahun 1954 Bab V Pasal 6 ayat 2 yaitu bahwa : “Pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan”. Kemudian lahir UU RI NO 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III Pasal 5, bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Yang disusul dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No 72 tahun 1991 yang semakin mempertegas kedudukan dan pentingnya pendidikan bagiwarga negara yang berkelainan. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud Pendidikan luar biasa adalah pendidkan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental.
Istilah mengenai anak luar biasa mengelami perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya. Perkembangan ini akan mewarnai pandangan masyarakat trhadap anak luar biasa atau yang mempunyai kebutuhan pendidikan secara khusus dan melambangkan kemajuan bangsa. Sehubungan dengan dal itu Moh. Amin mengemukan anak luar biasa adalah anak yang menyimpang sedemikian rupa dari anak normal dalam hal fisik, mental, emosi atau penyimpangan ganda sehingga memerlukan layanan pendidikan luar biasa agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Seseorang dikategorikan luar biasa apabila misalnya seorang anak tidak dapat membaca maka ia memerlukan pelayanan khusus dengan menyediakan fasilitas belajar secara khusus seperti menyediakan alat bantu tetapi tetap tidak dapat membaca. Sebaliknya jika anak yang mengalami kelainan misalnya kakinya cacat dan ia dapat mengikuti pelajaran bersama-sama dengan anak normal maka anak tersebut tidak termasuk luar biasa menurut tinjauan pendidikan luar biasa.
Manajemen pembelajaran Pendidikan Luar Biasa berbeda dengan manajemen pembelajaran pendidikan umum karena pendidikan luar biasa lebih menekankan pada layanan pendidikan khusus.
2. Perumusan Masalah
Masalah manajemen dalam makalah ini menyangkut pelayanan pendidikan khusus yang harus di kelola dengan baik. Oleh karena itu masalah umum makalah ini ialah bagaimana manajemen pendidikan luar biasa? . Masalah umum dapat dirinci sebagai berikut :
a. Bagaimana penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa ?
b. Bagaimana program layanan yang diberikan oleh pendidikan luar biasa ?
3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas dan untuk lebih memperjelas maka perlu adanya pembatasan masalah. Penulis membatasi masalah yang menjadi dasar dalam penulisan ini mengenai manajemen Pendidikan Luar Biasa yang meliputi penyelenggaraan Pendidikan luar Biasa dengan program layanan yang diberikan.
1. Bagaimana penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa ?
2. Bagaimana program layanan yang diberikan oleh pendidikan luar biasa?
BAB II
ANALISIS SWOT
Pendidikan luar biasa pada umumnya tidak berbeda dengan pendidikan lainnya, oleh karena itu sekecil apapun program yang dilaksanakan dalam pelaksanaan manajemen pendidikan luar biasa perlu dianalisis terlebih dahulu.
2.1. Strenght (Kekuatan)
Sebagai dasar untuk memanajemen pendidikan luar adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945 pasal 31.
2. UU RI No 4 tahun1950.
3. UU RI No 12 tahun 1954 Bab V pasal 6 ayat 2.
4. UU RI No 2 tahun 1989 Bab III pasal 5 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
5. Peraturan Pemerintah No 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Warga Negara yang berkelainan.
6. UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
7. PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
8. Permendiknas No 22, 23 dan 24 tahun 2006.
9. Program layanan yang dikembangkan pemerintah yakni program layanan inklusif dan akselerasi pada sekolah-sekolah umum.
Ketentuan-ketentuan tersebut semakin jelas bahwa pendidikan luar biasa merupakan suatu kesatuan yang integritas dari sistem pendidikan nasional dan sangat perlu dikelola dengan profesional.
2.2. Weaknes (Kelemahan)
Kekurangan yang muncul dalam dunia pendidikan luar biasa adalah:
1) Tidak terkontrolnya pelaksanaan pendidikan luar biasa karena kurangnya SDM sebagai komponen kontroling yang sesuai dengan kebutuhan.
2) Belum terdedianya layanan pendidikan luar biasa ke daerah-daerah.
3) Banyaknya orang tua yang malu memasukkan anaknya berkebutuhan khusus ke sekolah luar biasa.
2.3. Oportunity (Peluang)
Adanya kesempatan yang mungkin bisa diperoleh dengan melaksanakan manajemen pendidikan luar biasa.
1. Keleluasaan sekolah untuk menampung anak berkebutuhan khusus di sekolah umum.
2. Kesempatan mengembangkan life skill sesuai dengan kondisi daerah setempat.
2.4. Treatment (Ancaman)
Ancaman yang bisa timbul dengan melakukan manajemen pendidikan luar biasa adalah:
1. Ketidaksinergisan antara program sekolah dengan program pelayanan pelayanan khusus yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus
2. Praktisi pendidik sering kali berorientasi kepada target materi yang disampaikan, sedangkan hal-hal lain seperti perkembangan berkepribadian dan kemampuan lain sering terabaikan.
BAB III
EVALUASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN MANAJEMEN PENDIDIKAN LUAR BIASA
1. Program
Program layanan pendidikan luar biasa adalah program pengajaran yang diindividualisasikan dimana pengajaran yang diberikan dalam suatu kelompok dengan pengajaran yang sama. Program layanan tersebut sudah memiliki dasar atau ketentuan yang sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis berupa UU sampai Peraturan yang mengatur pelaksanaannya.
Untuk melihat pencapaian keberhasilan program layanan tersebut akan terlihat dari faktor-faktor sebagai indikator kinerja yang berhasil diimplementasikan oleh pendidikan luar biasa. Dengan kata lain pendidikan luar biasa harus mampu mengapresiasi dengan mengimplementasikan secara maksimal pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terselenggaranya program pelaksanaan kegiatan tersebut, diantaranya:
1) Kurikulum fleksibel
2) Proses Belajar Mengajar efektif
3) Lingkungan sekolah yang kondusif dan menyenangkan
4) SDM dan sumber pendukung lainnya
5) Standarisasi pengajar beserta perangkat evaluasinya
Jika hal-hal tersebut diatas tidak/kurang mempelihatkan keberhasilan, maka sebaiknya mereduksi kembali dari input dan proses
Input:
Assesment terhadap kapasitas anak berkebutuhan khusus sehingga akan memudahkan pemberian layanan secara dini
Proses:
Jika berlainan anak berkebutuhan knusus sudah terdeteksi maka pemberian layanan disesuaikan dengan program layanan yang disusun sedemikian rupa dan sesuai dengan kebijakan pemerintah. Hal ini difasilitasi oleh tenaga-tenaga profesional sesuai dengan keahliannya masing-masing serta di dukung dengan kondisi lingkungan efektif, kondusif dan menyenangkan karena faktor lingkungan ini berpengaruh terhadap ketahanan belajar siswa.
Output/Outcome:
Dari keberhasilan proses akan menghasilkan anak berkebutuhan khusus yang memiliki kemandirian dan mampu beradaptasi atau bersosialisasi terhadap lingkungan sosialnya.
BAB IV
KONSEP, PRINSIP, LANDASAN, ASUMSI MENGENAI
MANAJEMEN PENDIDIKAN LUAR BIASA
A. Anak Luar Biasa
1. Pengertian dan Definisi
Istilah luar biasa memberi makna yang lebih hebat atau yang mengalami penyimpangan dari yang biasa. Pemaknaan ini dalam dunia pendidikan tidak hanya tertuju pada anak-anak yang mengalami kecacatan saja, melainkan termasuk mereka yang memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa atau jauh lebih tinggi dari yang biasa atau normal. Jadi istilah luar biasa, mengandung makna bahwa disamping anak-anak yang memiliki kekurangan dari kategori normal dan anak yang berkemampuan luar biasa (berbakat,genius). Heward dan Orlansky (1980) mengemukakan bahwa istilah luar biasa menunjuk kepada setiap anak yang performancenya menyimpang dari rata-rata (normal) ke atas atau ke bawah sedemikian rupa sehingga memerlukan program pendidikan luar biasa.
Moh. Amin (1995) mengemukakan bahwa anak luar biasa adalah anak yang menyimpang sedemikian rupa dari anak normal dalam hal fisik, mental, emosi, dan sosial atau penyimpangan ganda sehingga memerlukan layanan pendidikan luar biasa agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Dengan demikian dalam pengiritan anak luar biasa akan tercakup kalainan-kelainan seperti : berbakat, berkesulitan belajar, tuna daksa, tuna lalar dan lain-lain.
2. Jenis Anak Luar Biasa
a. Tuna Netra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutuhan menyeluruh atau sebagian dan walaupun telah diberi bantuan dengan alat bantu masih tetap membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
b. Tuna rungu adalah anak yang mengalami kehilangan kemampuan pendengaran menyeluruh atau sebagian dan walaupun telah diberi bantukan dengan alat bantu masih tetap membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
c. Tunagrahitna adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental disertai ketidak mampuan untuk belajar dan untuk menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
d. Tunadaksa ialah anak yang memiliki kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, otot dan sendi) sedemikian rupa sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
e. Tunalaras ialah anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dan atau bertingkahlaku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat pada umumnya sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
f. Anak berbakat ialah anak yang memiliki kemampuan unggul dan menunjukan prestasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang lain-lainnya yang seusia, sehingga anak ini membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
g. Tunaganda ialah anak yang mempunyai kelainan lebih dari satu jenis kelainan seperti anak tunagrahitna disertai gangguan pendengaran dan sebagainya sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.
h. Anak berkesulitan belajar ialah anak yang meraih prestasi belajar lebih rendah dari kemampuan kecerdasannya, terutama dalam bidang pelajran membaca, menulis dan berhitung.
i. Anak gangguan konsentrasi dan perhatian (ADD/H. Attention Deficit Disorders / Hyperactivity) ialah anak yang tidak mampu memusatkan perhatian pada objek, tugas atau informasi yang dilihat dan didengar, serta mudah terangsang oleh Stimulasi dari luar.
3. Hak dan Kebutuhan Anak Luar Biasa
a. Hak Anak Luar Biasa
Hak anak dan orang luar biasa adalah sama dengan hak orang normal. Apa yang menjadi hakl anak dan orang normal menjadi hak anak dan orang luar biasa. Misalnya : hak pemeliharaan, hak pendidikan, hak jaminan kerja, hak berpendapat, hak bersuara dan sebagainya. Pengakuan atas hak-hak tersebut ada yang sudah ditulis menjadi undang-undang, ada yang belum sesuai dengan kondisi negara masing-masing. Organisasi internasional dan konferensi-konferensi internasional juga banyak yang sudah mengakui hak ini secara eksplisit. Pandangan yang diakui sekarang ini ialah anak dan orang luar bisa dipandang sebagai manusia yang mempunyai hak dan kebutuhan yang sama dengan anak dan orang lain.
b. Kebutuhan-kebutuhan Anak Luar Biasa
Anak Luar Biasa memiliki kebutuhan yang sama dengan anak normal hanya karena keadaanya mereka memnutuhkan perhatian yang lebih khusus.
Adapun kebutuhan-kebutuhan yang dimaksudkan diantaranya:
1. Kebutuhan Fisik
Kebutuhan fisik ini menyangkut makan, minum, pakaian dan perumahan, meskipun perlu perawatan badan pada umumnya dan perawatan kesehatan khususnya. Bahkan merekapun membutuhkan sarana untuk bergerak,bermain, berolahraga, bereaksi dan lain-lain.
2. Kebutuhan Kejiwaan
a. Kebutuhan Penghargaan
Anak luar biasapun ingin diperhatikan, ingin dipuji, ingin disapa dengan baik, ingin diperlakukan dengan elusan kemanjaan. Banyak orang tua dan guru dirasakan kurang hangat kepada anak luar biasa, hanya karena mereka hampir tidak pernah menyatakan penghargaan terhadap kegiatan anak atau terhadap sikap dan kelakuan anak. Sebaliknya memberikan teguran kalau anak melakukan kesalahan dan yang paling penting adalah dapat memberikan dukungan dan dorongan kalau anak menghadapi sesuatu yang menyulitkan.
b. Kebutuhan akan komunikasi
Sebagai manusia anak luar biasa juga ingin mengungkapkan diri. Anak mempunyai perasaan, mempunyai keinginan, ide dan gagasan, sungguhpun ide dan gagasan itu kecil atau tidak berarti. Mereka tidak dapat menyembunyikan semua itu didalam dirinya, tetapi mereka sukar menyetakannya. Akibatnya mereka mengekspresikan komunikasi itu dengan kerewelan-kerewelan, dengan pola-pola tingkah laku yang justru sulit dimengerti orang tua maupun orang di lingkungannya.
c. Kebutuhan Berkelompok
Masih ada kebutuhan-kebutuhan lain pada anak luar biasa yang tidak berbeda dengan anak-anak normal yakni kebutuhan berkelompok. Kebutuhan ini meliputi diakui sebagai anggota keluarga, mendapatkan pengakuan didepan teman-temannya, mendapatkan kedudukan di dalam kelompok, mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain, pengalaman mencapai keberhasilan, pengalaman rekreasi dan olah raga sederhana, pengalaman menjadi anak berguna, pengalaman hidup penuh bahagia.
3. Kebutuhan Sosial
Memerlukan kontrak dan kerjasama dengan orang lain
4. Kebutuhan disiplin
Mereka perlu mengenal disiplin yang diperlukan sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
5. Kebutuhan rasa terjamin / tenang
Rasa terjamin dibutuhkan agar anak dan orang lain biasa dapat belajar dan bekerja dengan baik.
B. Pendidikan Luar Biasa
Pendidikan Luar Biasa merupakan cabang dari pendidikan umum, sebagaimana disiplin ilmu pendidikan lainnya, ilmu pendidikan luar biasa telah berkembang secara pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut disebabkan adanya kecenderungan dari para ahli pendidikan melakukan kajian untuk menjadikan ilmu pendidikan luar biasa sebagai disiplin ilmu yang mandiri.
Dalam Undang-Undang RI No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Luar Biasa ialah : Pendidikan “yang khususu diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental.” Pendidikan tersebut menurut PP.No.72 tahun 1991 bertujuan “..membantu peserta didik agar mampu mengembangkan sikap ndan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.”
Pendidikan luar biasa seperti yang dimaksud diatas diwujudkan dalam bentuk-bentuk sekolah khusus bagi anak tunanetra, tunarungu-tunawicara, tunagrahitna, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda, bahkan pada saat ini telah bertambah dengan pendidikan untuk anak yang antusius. Seperti halnya pendidikan untuk anak normal, dalam pendidikan luar biasapun dikenal taman kanak-kanak, jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan lanjutan tingkat pertama, dan jenjang pendidikan menengah.
Kecenderungan baru pelayanan pendidikan luar biasa yang akhir-akhir ini telah menjadi perhatian kalangan pendidikan di Indonesia adalah pendidikan inklusif terbuka dan memberi kesempatan bagi semua individu karena senantiasa menjunjung tinggi adanya persamaan melalui perbedaan tidak mmepermasalahkan jenis kelamin, kamampuan kecerdasan,gender,etnis dan sebagainya. Kita sepenuhnya menyadari bahwa setiuap individu termasuk anak berkelainan adalah manusia seperti apapun kondisinya. Tentu saja sebagai manusia kita mempunyai kewajban dan hak yang sama untuk bermasyarakat, bernegara, bekerja, mengikuti pendidikan dan berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang kehidupan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Melihat perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini, cukup alasan untuk optimis bahwa pendidikan luar biasa di Indonesia akan tumbuh dan berkembang sebagaimana diharapkan.
1. Sistem Layanan Pendidikan
Dengan berkembangnya pandangan masyarakat terhadap anak/orang berkelainan/luar biasa, maka sistem layanan pendidikan yang diberikan pubn berubah. Masyarakat mualai percaya bahwa menyandang kelainan/cacat dapat dilatih atau di didik sehingga mereka mulai memberikan layanan secara khusus dan dilakukan ditempat atau instusi (lembaga) yang khusus. Pada masa ini penanganan secara khusus ditempat yang khusus dianggapnya sebagai cara paling tepat dan efektif.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka mulailah bermunculan lembaga-lembaga baru yang membuka sekolah formal (seperti :SLB, SDLB,/SLB Inpers, SLB Pembina Tingkat Nasional dan Tingkat Propinsi), baik yang menyediakan asrama maupun yang tidak ada asramanya. Sistem layanan semacam ini disebut sistem segresi. Sistem segresi merupakan sistem yang paling lama dilakukan oleh masyarakat hingga sekarang.
Dengan bergulirnya waktu, mulai banyak praktisi di bidang pendidikan luar biasa menyadari bahwa sistem segregasi mempunyai berbagai kelemahan dan ternya bukanlah yang terbaik. Pada saat itulah gagasan tentang pendidikan terpadu muncul sebagai alternatif. Sistem pendidikan integrasi ini pada prinsipnya menghendaki pelaksanaan pendidikan bagi penyandang kelainan/cacat dilakukan bersamasama dengan temannya yang normal dalam suatu kelas atau sekolah reguler yang sama.
Pada realitanya, pelaksanaan sistem integrasi ini masih sangat terbatas untuk para penyandang kelainan yang termasuk kategori ringan, dan hanya bagi mereka yang memenuhi persaratan yang telah ditetapkan oleh sekolah reguler yang akan menerimanya. Jadi masih ada deskrimasi pelayanan pendidikan (eksludif), karena tidak semua para penyandang kelainan dapat menikmati sistem pendidikan integrasi tersebut.
Kemudian dengan cara era globalisasi ini, promosi penegakan hak asasi manusia (HAM) semakin semarak dalam kehidupan masyarakat demokratis di Indonesia, yaitu munculnya pandangan baru bahwa semua penyandang kelainan baik yang kategori berat maupun yang ringan (tanpa deskriminasi) mempunyai hak yang sama untuk di didik bersama-sama dengan teman sebayanya di sekolah reguler. Dengan kata lain para penyandang cacat tidak boleh ditolak untuk belajar disekolah umum yang mereka inginkan. Sistem pendidikan semacam inilah yang sekarang kita kenal dengan pendidikan inklusi.
2. Kurikulum SLB
Konsep sekolah luar biasa berawal dari kelas khusus. Disekolah yang jumlah siswa dan ruang belajarnya banyak, dikelompokkan menjadi empat atau lebih. Namun untuk sekolah yang sedikit jumlah murid dan ruang belajarnya, mereka dikelompokan menjadi tiga kelompok atau kurang, dan sistem kenaikan kelasnya dilakukan tanpa pindah ruang kelas.
Bahan pelajaran sama dengan yang diberikan di sekolah biasa. Pada mulanya berdasarkan kurikulum sekolah dasar yang ketika itu dikenal dengan nama Rencana Pelajaran Terurai untuk sekolah Rakyat III dan VI, terbit tahun 1952 dengan menyesuaikan urutan dan luas bahan kepada kemampuan siswa. Bahan yang sifatnya akademik biasanya menjadi kurang dari yang diberikan kepada yang normal, tetapi yang sifatnya keterampilan diperbanyak.
Pelajaran dihidangkan secara terindividulisasi dalam beberapa hal bahkan secara individual. Untuk kemudahan penyampaian bahan, para siswa dikelompokan berdasarkan jenis pelajaran atau tingkat kesukaran bahan. Siswa rerentu bahkan mungkin dilayani secara perorangan. Guru mengajar kelompok atau seseorang sambil menunggu kelompok lain atau siswa lain menyelesaikan tugas latihan teng baru diberikan. Sebagian besar alat pelajaran individual yang memungkinkan belajar sendiri, tanpa harus menunggu bantuan.
Penggunaan waktu disesuaikan dengan kebutuhan individual. Siswa tertentu mungkin hanya memerlukan waktu 20 menit untuk suatu pelajaran, yang lain mungkin memerlukan lebih dari 20 menit. Siswa yang selesai dengan suatu tugas segera mengambil tugas lain. Jam-jam tertentu digunakan untuk pengajaran sekelas, misalnya menyanyi, IPA, dan lain-lain. Sebagai kelanjutan dari individulisasi pengajaran, kenaikan kelas pun dilakuakan secara individual. Sisiwa naik kelas pada salah satu atau semua pelajaran tanpa menunggu berakhirnya tahun ajaran.
Kesempatan menyiapkan kurikulum SLB 1977 merupakan peristiwa penting bagi pendidikan luar biasa. Di satu pihak, kesempatan itu merupakan salah satu wujud pengakuan atas eksistensi pendidikan luar biasa di negeri ini. Di pihak lain, pembuatan kurikulum tersebut ternyata menyeret individulisasi pengajaran ke pinggir, memperkuat kecenderungan ke arah sistem pengajaran klasikal diharapkan dapat diatasi dengan mengelompokan siswa dan pembuatan rencana pelajaran yang sifatnya individual. Tetapi harapan tidak terwujud, jika pada fase rintisan, guru berangkat dari kemampuan siswa. Sesudah tahun 1977 lebih banyak berangkat dari tujuan intruksional.
Kekuatan lain yang turut memperkuat kecenderungan ke sistem pengajaran klasikal ialah konsep-konsep baru yang ditawarkan dan berasal dari teori sistem pengajaran kalsikal, misalnya : pengajaran remedi, penyerapan bahan oleh kelas, EBTANAS, lain-lain.
Kurikulum SLB 1977 diberlakukan berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 041/U/1977 tanggal 10 September 1977. Kurikulum ini mengangkat perbedaan-perbedaan kemampuan antara anak tunagrahitna ringan dan tunagrhitna sedang. Demikian pula, antara tunadaksa poliomyellitis dan cerebral palsy. Adapun terhadap anak tunanetra, kurikulum 1977 tidak mengangkat perbedaan antara yang memerlukan tulisan Baraille dan yang tidak memerlukannya. Demikan pula tidak membedakan antara tunarungu yang memerlukan komunikasi buatan dengan yang hanya memerlukanalat bantu mendengar.
Tersusunya kurikulum yang khusus untuk anak tunanetra dan anak tunalaras kadang-kadang menjadi bahan perbincangan orang yang ada dilapangan. Anak tunanetra tuna laras dapat mengikuti EBTANAS anak normal tetapi tidak belajar dari bahan yang sama dengan anak normal.
Ketika pendidikan luar biasa sedang menjalani masa perkembangan, di luar PLB terjadi beberapa perkembangan penting yang menarik perhatian para pengamat PLB. Diantaranya, perubahan pelajaran berjitung di Sekolah Dasar menjadi matematika. Banyak bagian dari pelauaran matematika yang dilewatkan karena melampaui batas-batas pengalaman anak berkelainan. Pelajaran lain ialah PSPB. Pelajaran ini penting dalam lingkup pendidikan nilai seperti agama dan PMP. Kesulitannya tidak semua guru kelas mendapat latihan untuk pendidikan nilai.
Kesulitan yang dihadapi dalam melaksanakan kurikulum SLB diharapkan dapat diatasi dengan kurikulum 1984 dan akan disempurnakan pada kurikulum SLB 1994, dan kurikulum-kurikulum tahun berikutnya. Para pengamat lapangan berpendapat sebaiknya kurikulum SLB terbatas hanya pada hal-hal yang esensial, sehingga mudah disesuaikan pada perbedaan individual.
Dalam menyongsong kecenderungan baru, perlu ditetapkan rumusan tentang siswa luar biasa yang ada di sekolah biasa dan yang pindah dari dan ke SLB. Di samping itu perlu dikaji kurikulum fleksibel yang berbasis kompetensi, yang mampu mengakomodasi kebutuhan semua anak dan menstimulasi prestasi belajar secara optimal dalam sistem pendidikan inklusif.
BAB V
KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN
A. Penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa
Salah satu arah baru (walau sebetulnya telah lama) dalam pendidikan luar biasa adalah mainstreaming, yaitu usaha menempatkan anak luar biasa di sekolah umum atau di dalam kehidupan masyarakat umum atau memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada anak luar biasa bersama teman-temannya yang normal dengan fasilitas umum menurut kemampuan dan potensinya.
Pada saat akan menentukan dan membuat keputusan mengenai tempat layanan pendidikan anak luar biasa di sekolah umum lebih diarahkan kepada lingkungan yang tidak dibatasi atau disebut “Least Restrictive Environment” (LRE). Pandangan ini dapat mendorong anak luar biasa lebih mengenal dan membiasakan diri untuk belajar, bermain maupun bekerja bersama-sama dengan anak normal. sebaliknya anak normal maupun masyarakat dapat mengenal keadaan anak luar biasa. Diyakini bahwa anak luar biasa dapat mengisi hari-hari belajarnya dengan lebih bermanfaat jika mereka menempatkan pada kelas reguler.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perkembangan individu dapat optimal apabila ada interaksi antara faktor bawaan dari individu itu dengan lingkungannya. Dalam suasana demikian anak luar biasa dapat dirangsang untuk berprestasi sesuai dengan kemampuannya dengan menciptakan lingkungan yang kondusif. karena penataan lingkungan yang merangsang anak sangat memungkinkan anak luar biasa mencapai penyesuaian anatara potensi yang dibawanya dengan prestasi yang dicapainya.
Perubahan pandangan dalam pendidikan luar biasa yang bergeser dari tempat yang dibatasi seperti ke sekolah khusus, sekolah khusus berasrama ke lembaga pendidikan biasa ata ke masyarakat umum, menandakan bahwa PLB dipandang sebagai suatu ilmu terapan yang muncul untuk mendesain dan menghasilkan suatu intervensi dengan tujuan “normalisasi” yakni searah dengan mainstreaming yang mengarahkan anak luar biasa ke situasi kehidupan biasa.
Pada akhirnya PLB merupakan suatu profesi yang menyangkut perencanaan/pengaturan variabel pendidikan yang tertuju pada pencegahan, pengurangan/penekanan kondisi yang dapat menimbulkan gangguan dalam aspek akademik, komunikasi, lokomotor atau fungsi penyesuaian pada anak.
Penyelenggaraan pendidikan luar biasa di sekolah umum merupakan adanya jaminan hak dalam undang-undang akan persamaan hak dan kesempatan bagi tiap individu untuk mengenyam pendidikan, pekerjaan,perumahan, dan kehidupan yang layak. Di Indonesia, selain tercermin dalam UUD 1945 Pasal 31 uga jelas tersurat dal SK Mendikbud Dirjen Dikdasmen No. 6708/C/I/1989 Tgl 5 Juli 1989 perihal kesempatan belajar bagi anak berlainan di sekolah umum; surat edaran Direktur Pendidikan Dasar No. 0194/C2/LL/97 Tgl. 30 Juli 1997 tentang Penetapan Penunjukan Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu badi anak cacat.
1. Bentuk/Tempat Penyelenggaraan
Penyelenggaraan pendidikan luar biasa di sekolah umum beragam bentuknya. Keragaman itu sangat tergantung pada jenis dan derjata keluarbiasaan. Bentuk-bentuk tempat penyelenggaraan itu adalah :
a) Kelas biasa
Bentuk kelas biasa ini merupakan pilihan penempatan pendidikan yang paling ringan aturannya. siswa luar biasa dan normal tidak dibedakan. gurunya pun tidak menerima pendidikan luar biasa secara langsung. Mereka mendapat pelatihan dari guru atau staf pendidikan luar biasa dalam bidang-bidang, seperti: prosedur yang perlu diperhatikan, teknik-teknik dalam mengatasi siswa yang memiliki masalah prilaku atau kesulitan belajar. Dalam pelatihan seperti ini siswa dari kelas regulerpun dapat ikut serta untuk memperoleh penjelasan tentang keragaman jenis kelainan dan mendorong sikap penerimaannya terhadap semua individu, tanpa menghiraukan kecacatan yang disandang oleh anak luar biasa.
Guru dari pendidikan luar biasa dapat mengadakan kunjungan ke kelas-kelas rendah (1,2) untuk mendiskusikan sistem komunikasi alternatif, seperti penggunaan huruf braille, bahasa isyarat, penggunaan alat peraga dalam tiap bidang pelajaran. Sementara itu siswa biasa (normal) dapat dilatih oleh guru PLB untuk berfungsi sebagai tutor.
Dulu, siswa luar biasa yang ditempatkan di kelas reguler menerima layanan PLB. Namun saat ini siswa dapat berkembang dengan baik dalam kelas reguler tanpa layanan apapun. Sebagai contoh: seorang siswa dengan cacat pendengaran dulu menerima layan khusus, namun saat ini mereka dilengkapi dengan alat bantu dengar, kemudian dilatih untuk memakai dan menggunakannya atau dapat menerima tambahan tambahan informasi lewat alat bantu dengar dengan kemampuan membaca gerakan mulut. Demikian pula dengan siswa yang memiliki cacat penglihatan saat ini dapat menggunakan kaca mata/kaca pembesar sehingga ia dapat berfungsi secara mandiri dalam kelas reguler.
Berdasarkan kedua contoh tersebut berarti siswa yang dulu diidentifikasikan sebagai siswa luar biasa tidak lagi membutuhkan layanan khusus dalam seluruh proses pendidikan mereka.
Tujuan bentuk ini ialah untuk menyediakan program pendidikan yang sesuai dengan siswa luar biasa guna memban tu pengembangan kemampuan yang diperlukan sehingga mereka tetap berada di kelas reguler.
b) Kelas biasa dengan guru konsultan
Dalam bentuk ini siswa luar biasa mengikuti seluruh kegiatan belajar di kelas reguler tidak menerima layanan pendidikan luar biasa secara langsung. Sebaliknya, bagi guru kelas reguler menerima layanan, yaitu guru dali PLB menyediakan konsultasi bagi guru reguler mengenai kebutuhan siswa luar biasa dalam reguler. Layanan konsultasi seperti: membantu guru reguler dalam merancang dan mengimplementasikan program manajemen prilaku untuk siswa yang bermasalah, penggunaan media khusus (buku teks braille, komunikasi total, dan alat bantu belajar lainnya).
Selain itu guru PLB dapat membantu guru reguler untuk memodifikasi program pelajaran Matematika atau Membaca bagi siswa dengan kesilitan belajar dalam kelas reguler. Guru konsultan harus memiliki pengalaman luas dalam lingkup pendidikan reguler dan pendidikan luar biasa. Mereka memahami kebutuhan guru reguler dan siswa luar biasa. Tujuannya ialah untuk membantu guru dalam memilih materi yang sesuai dan mengembangkan kemampuan dan kepercayaan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan siswa. Bantuan itu, bukan untuk menyelusuri manajemen atau instruksi dalam ruang kelas. Guru reguler sebaiknya menghubungi konsultan PLB untuk mendapatkan bantuan dalam mengadaptasikan instruksi/pengajaran dalam ruang kelas, mengelola masalah prilaku dan menggalakan penerimaan sosial terhadap anak luar biasa.
Fungsi guru reguler adalah memiliki tanggung jawab instruksional untama atas siswa luar biasa maka guru konsultan berfungsi untuk membantu mensukseskan program pendidikan luar biasa di sekolah umum.
c) Kelas biasa dan ruang sumber
Ruang sumber biasanya berlokasi dalam lingkungan sekitar sekolah reguler. dengan jadwal yang teratur dalam setiap harinya atau beberapa kali dalam seminggu, siswa luar biasa meninggalkan kelas reguler untuk berpartisipasi dalam pengajaran khusus di ruang sumber.
Program suang sumber, baik pada sekolah dasar dan menengah dapat memberikan layanan kepada beberapa jenis siswa luar biasa seperti: siswa dengan kesulitan belajar, siswa penyandang cacat fisik, dan siswa penyandang cacat ringan atau bisa saja membatasi layanan hanya pada satu jenis kecacatan tertentu.
Seorang guru sumber dapat menyediakan program pendidikan untuk beberapa kelompok siswa, termasuk siswa penyandang cacat fisik, kesulitan belajar, masalah prilaku, dan cacat ringan. Pemikiran ini muncul karena kebutuhan pendidikan siswa-siswa tersebut serupa, tidak terlepas dari kecacatan yang disandangnya.
d) Kelas biasa dengan guru kunjung
Layanan yang disediakan oleh guru PLB keliling adalah mengadakan kunjungan ke sekolah-sekolah. siswa dengan kebutuhan khusus dapat mengikuti mayoritas pelajaran di kelas biasa, tetapi mereka meninggalkan kelas setiap hari atau beberapa kali dalam seminggu untuk menerima layanan dari guru keliling, seperti latihan bicara.
Guru kelas reguler biasanya memberikan layanan hanya kepada siswa luar biasa yang mengikuti mayoritas pelajaran di kelas reguler.
sedangkan guru keliling dapat juga memberikan layanan kelas luar biasa dalam kelas khusus. kadang-kadang guru keliling (kunjung) yang berlatar pendidikan luar biasa memberikan layanan pula pada kelompok-kelompok belajar pada kelas reguler.
dalam pelayanan tersebut siswa luar biasa menerima pengajaran dari guru biasa dan luar biasa dalam kelas reguler.
e) Kelas biasa dengan part-time
Kelas khusus berlokasi dalam lingkungan sekoah dasar atau sekolah menengah reguler. siswa luar biasa mengikuti mayoritas pelajaran di kelas khusus dan beberapa kali dalam tiap harinya di kelas reguler jika siswa dapat mengikuti pelajaran bersama-sama dengan kelas biasa. siswa luar biasa yang di tempatkan dalam pilihan program ini membutuhkan pelayanan PLB yang intensif. keikutsertaan kelas reguler bagi siswa luar biasa tersebut direncanakan kedalam kurikulum yang jelas. kelas-kelas khusus dapat dioperasikan untu siswa-siswa dengan berbagai kategori seperti siswa yang diidentifikasi menyandang cafat mental (tunagrahita), cacat fisik atau masalah perilaku. guru-guru kela reguler yang bersama-sama dengan siswa-siswanya biasanya menyediakan layanan konsultasi untuk membantu siswa luart biasa dalam merancang dan mengimplementasikan program pengajaran yag sesuai.
f) Kelas Khusus Penuh
Saat ini telah terjadi peningkatan upaya yang dilaksanakan dalam rangka mengintregasikan kepada siswa-siswa penyandang cacat tingkat sedang dan berat kedalam lingkungan sekolah reguler pada jenjang pendidikan. hal ini merupakan hasil pengenalan kebutuhan untuk mengintregasikan siswa luar biasa dengan siswa lainnya bila mana memungkinkan. sementara banyak siswa luar biasa yang mungkin tidak pernah mengikuti kelas akademik reguler. (dalam kelas biasa), dan hal yang mungkin untuk mengikutsertakan siswa luar biasa tersebut dalam aktivitas integrasi sosial di lingkungan sekolah. aktivitas ini meliputi makan siang, rekreasi atau istirahat yang meliputi kegiatan lain yang memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa lain dan untuk mendapat kemampuan agar dapat berfungsi secara mandiri.
Sebaliknya ada pula adaptasi program yang menyediakan integrasi terbalik dimana siswa kelas reguler beradaptasi dalam aktivitas yang dilaksanakan di kelas khusus. program ini khususnya diterapkan kepada siswa pra sekolah dan sekolah dasar.
2. Personalia/Tim
Tim/personalia terdiri dari staf administrasi sekolah, guru PLB dan guru reguler, orang tua, dan professional lain yang berkaitan dengan kebutuhan siswa luar biasa. tugas tim bermacam-macam, yaitu : ada yang membantu mengidentifikasikan siswa luar biasa, mengembangkan pengajaran yang dimodifikasi, menentukan penetapan yang sesuai untuk siswa yang luar biasa tersebut. selain itu ada juga yang bertugas membantu guru reguler dalam memenuhi kebutuhan pendidikan siswa luar biasa lainnya yang mengalami kesulitan dalam kelas reguler. tim ini bekerjasama dan berbagi tanggung jawab atas pendidikan bagi siswa luar biasa dalam program pendidikan anak luar biasa di sekolah biasa.
Peran guru dari pendidikan luar biasa adalah melayani anak yang memerlukan jenis layanan khusus. mereka juga dapat membantu secara tidak langsung seperti dalam perannya seperti guru konsultan, guru ruang khusus. atau menjadi penghubung antara sekolah dan orang tua atau tenaga pendidik lainnya. peran yang tidak kalah pentingnya adalah bekerjasama dengan guru umum dalam kegiatan asesmen, menyusun program dan mengajar anak luar biasa.
Peran guru reguler (biasa) memanfaatkan guru PLB, psikolog dan tenaga profesi lain. dengan demikian meraka dapat menceegah timbulnya dalam menangani siswa yang memerlukan bantuan yang sangat terstruktur.
Guru reguler tentu saja memiliki banyak pengalaman dalam mengadakan pelayanan pendidikan terhadap anak-anak normal. tentu saja mereka terbiasa dalam mengajar yang sifatnya klasikal. sementara itu mereka akan memiliki banyak pertanyaan tentang bagaimana mengelola pendidikan anak luar biasa di kelas reguler atau di kelasnya.
Baik guru kelas maupun Guru PLB bertanggung jawab untuk memastikan dan merancang layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak. pada umumnya orang tua mempunyai peranan penting dalam pendidikan anaknya. lebih-lebih bagi orang tua yang akan menyekolahkan anaknya yang luar biasa di sekolah umum. beberapa peran penting menurut Sunardi (1996) antara lain : 1) orang tua memberi ijin tertulis sebelum diadakan asesmen dan sebelum anaknya ditempatkan dalam salah satu bentuk /program tertentu. 2) mengajukan saran-saran /pendapat dalam penetapan atau layanan pendidikan anaknya; 3) berpartisifasi dalam mengevaluasi perkembangan, penepatan, dan penyusunan program, untuk anaknya. prosedur tersebut mengarahkan orangtua agar memahami apa yang akan dilakukan dalam pendidikan dan bagaimana perkembangan pendidikan anaknya.
3. Identifikasi Siswa
Salah satu faktor yang paling pentiing dalam menyelengarakan pendidikan luar biasa di sekolah umum adalah bagaimana mengidentifikasi siswa yang membutuhkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya. siswa dirujuk untuk pendidikan luar biasa jika mereka mempunyai kebutuhan khusus dalam pendidikannya dan jika kebutuhan-kebutuhannya tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik dengan menggunakan layanan program pendidikan secara reguler. siswa-siswa tersebut mempunyai problem yang beragam. keberagaman itu dapat dikelompokan sebagai berikut :
Kebutuhan/Pemasalahan Fisik : adanya kesulitan pada satu atau sebagian besar dari motorik seperti masalah dalam mobilitas, atau koordinasi motorik, atau kegiatan fisik yang membutuhkan kekuatan dan keseimbangan.
Kebutuhan/Pemasalahan Akademik : menujukan miskin dalam mengikuti kurikulum biasa. mereka membutuhkan keterampilan berkomunikasi, berbicara, membaca, matematika dan sisi area-area tersebut seperti ilmu pengetahuan dan sejarah.
Kebutuhan/permasalahan perilaku dalam kelas : adanya kesulitan dalam mengontrol perilakunya dengan siswa-siswa lain dalam situasi pengajaran atau dalam kegiatan belajar.
Kebutuhan /Permasalahan Sosial : seperti miskin kemampuan untuk membentuk dan mengadakan hubungan dengan kelompok sebaya.
Untuk mengidentifikasi siswa yang membutuhkan pendidikan secara khusus penting memperhatikan indikator-indikator (petunjuk) yang dikemukakan oleh Rena B Lewis (1991) adalah sebagai berikut :
1. Indikator bagi siswa dengan ketidak mampuan belajar
Menurut Assocation for Chilidren dan adults With Learning Disabilitis, California, anak dengan ketidakmampuan belajar memperlihatkan hal-hal dibawah ini
a. Bingung dalam meliha huruf dan kata-kata yang hampir sama bentuknya, misalnya, b dan d; bata dan batu
b. Mengira-ngira atau menerka apa yang dibacanya
c. Mengalami kesulitan yang menonjol dalam berhitung
d. Sulit memahami perintah yang tidak langsung
e. Sulit mengekspresikan gagasan
f. Sulit memahami tentang waktu, dan jarak
g. Bingung dalam memahami tentang atas –bawah-kiri –kanan, depan-belakang
h. Memiliki memmori yang pendek
i. Objektiv dan atau tidak aktif (diam saja)
j. Impulsif, tidak dapat menunggu giliran, tidak dapat memperkirakan apa yang akan terjadi, dan kurang/tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya . Menunjukan kejanggalan dalam berjalan, kesulitan dengan dalam menigkat, memasang kancing baju, melempar dan menangkap bola.
2. Indiktor bagi sisswa tunagrahitna ringan
Secara garis besar ada dua indikator yang perlu diperhatikan dalam mengidentisifikasi anak tunagrahitna ringan, yaitu :
a. Sisiwa-siswa yang memperhatikan kemampuan belajar yang lambat karena mereka memiliki tingkat perkembengannya menyerupai anak-anak yang lebih muda darinya. Biasanya mereka mengalami keterlamabatan minimal 3 tahun dari usianya.
b. Lambat dalam sebahagian besar area perkembangannya. Anak tunagrahitna ringan miskin dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bila dibandingkan dengan usianya. Mereka mengalami kesulitan secara menyeluruh, dan berpengaruh dalam penempilannya disekolah, rumah, tetangga dan di masyarakat. Walaupun demikian mereka masih mampu belajar sampai dengan kelas V dan dapat menggunkan kemampuan itu bila mereka dewasa (Krik, Gallagher, 1979). Namun mereka mengalami kesulitan dalam perhatian dan dalam mengaplikasikan apa yang dipelajarinya itu dalam situasi yang lebih besar (Berdine, 1985).
Indikator-indikator tunagrahitna ringan dapat dicatat oleh guru adalah irma belajarnya lambat, penempilannya mirip dengan individu-individu yang lebih muda darinya, dan terlihat kelambatannya itu pada semua area belajar dan sifatnya konsisten.
3. Indikator-indikator bagi siswa yang mengalami penyimpangan perilaku
Dalam bidang akademik mereka memperlihatkan miskin dalam membaca, sulit dalam matematika dan mata pelajaran pokok lainnya. Bila tidak cermat akan terjadi tumpang tindih dengan kesulitan belajar dalam perilakunya di kelas. Mereka menunjukan hiperaktif (gerakan terlalu aktif dan tidak bertujua, tidak mau diam); distracbility (tidak mampu memusatkan perhatian dalam waktu yang relatif lama dan terlalu sering berpindah perhatian); dan impulsif (cenderung mengikuti kemauan hatinya, bereaksi cepat tanpa berfikir panjang).
Nelson (1985) mengemukakan ada beberapa indikator yang menunjukan penyimpangan perilaku, yaitu :
a. Jika menyimpang dari perilaku yang jelas dari anak-anak seusianya.
b. Jika terkadi penyimpangan sedemikian rupa hebatnya dalam suatu periode tertentu.
c. Jika penyimpangan sering terjadi atau amat sering terjadi.
d. Munculnya kekacauan tingkah laku, memperhatikan ciri-ciri berkelahi, memukul, menyerang, mengemuk, membangkang, merusak milik sendiri atau orang lain, kurang ajar, lancang, melawan, menolak arahan mudah menyangkal, mengejek, mudah terpengaruh untuk berbuat salah, dan lain-lain
e. Dalam hal belajar timbul masalah belajar sehingga tidak jarang mereka memperhatikan hasil belajar di bawah rata-rata, sering dikirim ke ruang kepala sekolah atau keruang bimbingan, sering tidak naik kelas atau bahkan keluar sekolahnya, sering bolos.
f. Dari segi fisik kesehatan memperhatikan ciri-ciri : gangguan makan, gangguan tidur, mudah mendapat kecelakaan, rasa cemas pada kesehatannya, sering ngompol, gaga, dan buang air tidak terkendali.
4. Indikator-indikator siswa yang mengalami gangguan penglihatan
Individu yang mengalami gangguan penglihatan memperhatikan indikator, sebagai berikut:
a. Tidak dapat melihat
b. Tidak dapat melihat orang pada jarak 6 meter
c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata
d. Sering meraba-raba, kesandung waktu berjalan, dan mengalami kesulitan mengambil benda disekitarnya
e. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering
f. Peradangan hebat pada kedua mata
g. Kelainan pertumbuhan pada kedua mata
h. Mata bergoyang terus
i. Mendekatkan mata pada saat membaca
j. Sangat menunduk saat menulis
5. Indikator-indikator bagi siswa yang mengalami gangguan pendengaran
Anak dengan gangguan pendengaran terdiri dari tuli dan kurang dengar. Indikator anak yang mengalami gangguan pendengaran, memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tidak mendengar
b. Tidak ada/ terlambat dalam perjkembangan bahasa
c. Sering menggunakan isyarat untuk berkomunikasi
d. Tidak tanggap terhadap suara jika diajak bicara
e. Ucapak kata tidak jelas
f. Memiliki kualitas suara aneh (melengking tinggi)
g. Sering memiringkan kepala dalam usaha untuk mendengar
h. Banyak perhatian terhadap getaran
i. Keluar nanah dari telinga
j. Ada kelainan organis pada telingma
Seorang anak dianggap membutuhkan layanan pendidikan khusus karena gangguan pendengaran bila memperhatikan paling sedikit lima dari gejala-gejala di atas.
6. Indikator siswa dengan cacat tubuh dan gangguan kesehatan
Anak cacat tubuh memperlihatkan kekakuan, kelumpuhan anggota tubuh, hiperaktif, hipoaktif, gelisah, ada juga gerakan lamban, kurang merespon rangsangan yang diberikan, tidak ada koordinasi gerak. Sedangkan dalam segi intelektualnya mereka mempunyai kecerdasan yang bervariasi (tinggi, rata-rata, dan rendah). Dalam segi sosial dan emosi mereka menunjukan mudah tersinggung, ceat marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri. Keadaan itu semua diakibatkan oleh gangguan fisiknya atau geraknya.
7. Indikator siswa dengan keberbakatan (Gifted/Talented)
Menurut Roe (Zaenal Almin, 1996) Karakteristik keberbakatan bidang akademik adalah : (1) memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang besar; (2) kerajinan membaca (3) menikmati sekolah dan belajar. Sedangkan Kitano dan Kibry (1986) mengemukakan karakteristik keberangkatan dalam bidang akademik adalah : (1) memiliki perhatian yanmg lama suatu bidang akademik khusus; (2) memiliki pemahaman sangat wajar tentang konsep,metode; (3) mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus yang dipelajari pada aktivitas bidang lain; (4) kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam bidang akademik; (5) memiliki sifat mkompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik; (6) belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus. Indikator keberbakatan dalam bidang sosial/emosi, yaitu : (1) diterima oleh mayopritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa; (2) keterlibatan dalam beberapa kegiatan sosial, memberikan sumbangan positif; (3) kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebaya; (4) Jujur; (5) perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa; (6) bebas dari tekanan dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan denngan situasi; (7) mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa; (8) memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulani situasi sosial dengan cerdas dan humor.
Indikator keberbakatan dalam segi fisik, adalah: (1) memiliki penampilan yang menarik dan rapi; (2) kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata.
Smith dkk, (1983) mengemukakan bahwa sebagian besar anak luar biasa memang dirurjuk oleh guru kelas karena menunjukkan masalah-masalah di bawah ini :
a. tidak mampu menyelesaikan tugas di sekolah
b. kesulitan bergaul dengan teman
c. kemampuan membaca rendah
d. tidak mampu memusatkan perhatian
Sedangkan kehadiran anak berbakat di kelas tidak menimbulkan permasalahan bagi guru dan malah menjadi siswa kebanggaannya sementara kebutuhan belajarnya dilayani dengan cara materi yang sama dengan teman-temannya yng normal yang sebaya dengannya.
Untuk mengumpulkan informasi mengenai anak dengan kebutuhan pendidikan khusus guru kelas leguler dapat mengajukan beberapa pertanyaan dibawah ini, seperti : apakah masalah yang dialami siswa; bagaimana kemampuan siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelas; berapa kali ia mempehatikan masalah tersebut (dalam seminggu, sehari); apakah ada perubahan apabila guru mengadakan perbaikan; apakah kekutan atau kelebihan siswa; dan apakah minat, hobi atau keterampilan yang dimiliki siswa.
Data yang diperoleh dideskripsikan kemudian dijadikan bahan diskusi pada pertemuan tim yang terdiri dari guru kelas, kepala sekolah, guru PLB, dan ahli terkait,serat orang tua. Dari hasil pertemuan itu selanjutnya disusun suatu program yang sesuai dengan kebutuhan tiap siswa dan dibuat rujukan kepada ahli tertentu bila dibutuhkan.
B. Program Layanan
Program layanan pendidkan anak dengan kebutuhan khusus di sekolah umum adalah program ajaran individual (PPI). Istilah PPI diturunkan dari istilah IEP (Individualized Edukational Program/Plan). PPI biasa juga disebut Program Pengajaran yang diinvidualisasikan.
Dalam Pelaksanaannya pengajaran yang diinvidualisasikan berbeda dengan pengajaran individu. Pengajaran individu adalah pengajaran yang diberikan kepada siswa-siswa seorang demi seorang, secara terpisah, dengan waktu yang khusus. Sedangkan pengajaran yang diindividulisasikan berbeda dengan pengajaran individu. Pengajaran individu adalah pengajaran yang diberikan kepada siswa-siswa seorang demi seorang, secara terpisah, dengan waktu yang khusus. Sedangkan pengajaran yang diindividualisasikan adalah pengajaran yang diberikan dalam suatu kelompok dengan pengajaran yang sama, waktu yang sama tetapi kedalaman dan keluasan materi pelajaran disusun berdasarkan kebutuhan tiap siswa. Dapat juga dibutuhkan metode atau teknik yang berbeda dengan teman-teman sekelasnya.
PPI dimunculkan dengan didasari beberapa latar belakang, yaitu :
a. Pengakuan atas hak akan pendidikan bagi semua warganegara di seluruh negara. Akibat dari pengakuan ini maka munculah layanan klasikal karena banyaknya peserta didik dimana tidak memungkinkan jika diadakan layanan individu.
b. Perkembangan layanan pendidikan khususnya perkembangan sistem layanan pendidikan luar biasa menuju ke sistem layanan integratif maka tidak menutup kemungkinan bahwa anak luar biasa ada yang belajar di sekolah umum. Sistem ini mengakibatkman guru kelas menghadapi siswa heterogen (kemampuan siswa berbeda-beda) yang mengakibatkan guru mengalami permasalahan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
c. Sebagai usaha untuk meminimalkan permasalahan yang dihadapi guru dan membiasakan guru kelas reguler bekerja dengan siswa yang kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda maka perlu disusun program pendidikan yang diindividualisasikan yang disebut Program Pengajaran Individual.
1. Ciri-Ciri Program Pengajran Individual
Program pengajaran individual mempunyai ciri khusus jika dibandingkan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Ciri khusus yang dimaksud adalah deskripsi keadaan/kemampuan siswa saat ini; sedangkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran materi disusun dan harus diselesaikan dalam kurun waktu tertentu. PPI disusun untuk setiap siswa yang membutuhkannya sedangkan SP disusun untuk murid se kelas. SP berorienrasi pada materi pelajaran.
Kemampuan siswa yang diperhatikan dalam menyusun PPI adalah kondisi fisik,intelektual/kecerdasan, sosialisasi, emosi, prestasi belajar, kesehatan dan lain-lain. Oleh karena itu kegiatan identisifikasi dan asesmen sangatlah penting dalam PPI.
2. Komponen Program Pengajaran Individual
Program pengajaran individual memuat bebrapa komponen, yakni; deskripsi kemampuan siswa saat ini, tujuan pembelajaran umum yang dicapai, tujuan pembelajaran khusus, deskripsi tentang pelayanan, proyeksi waktu pelayanan, dan evaluasi (Mercer dan Mercer, 1989).
a. Deskripsi kemampuan siswa saat ini
Gambaran kemampuan dan prestasi siswa sekarang dapat siperoleh melalui tes informal (prestasi belajar), observasi, wawancara, dan lain-lain. Kemampuan ini dapat digunakan untuk dasar pijakan dimuainya kegiatan pembelajaran. Melalui pengetahuan tentang kemampuan saat ini dapat diketahui pula seberapa jauh kesiapan, kematangan, serta tingkat penguasaan dari pengetahuan dan keterampilan dasar siswa.
Selain itu dapat diketahui pula perilaku siswa tersebut sehingga dapat dipertimbangkan dalam memilih materi, prosedur, metode/teknik, dan alat bantu pembelajaran yang sesuai. Kemampuan awal siswa dapat pula berupa indikator (petunjuk) seberapa jauh perubahan perilaku siswa sebagai pengaruh proses pembelajaran.
b. Tujuan umum yang akan dicapai
Yang dimaksud dengan komponen ini adalah suatu peryantaan tentang apa yang dapat dilakukan siswa setelah ia menyelesaikan pelajaran dalam suatu bidang pelajaran dalam janngka waktu satu tahun. Tujuan ini menggambarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai hasil pengajaran yang diwarnai adanya perubahan kemampuan intelektual, sikap/minat maupun keterampilan.
c. Tujuan Pembelajran khusus
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus disamping perlu memilih kata-kata kerja operasional juga memperhatikan kejelasan obeknya artinya harus ada kesesuaian antara kata kerja operasional dengan karakteristik objeknya/siswanya.
d. Deskripsi tentang pelayanan
Yang dimaksud dengan komponen ini adalah pernyataan tentang pelayanan dan perlengkapan, materi secara khusus yang meliputi(1) siapa yang mengajar siswa, (2) materi apa yang diberikan, dan (3) alat bantu apa yang digunakan.
e. Waktu pelayanan
Dalam pembuatan program hendaknya sudah diperhitungkan wwaktunya. Kapan pengajaran itu dimualai, berapa lama waktu yang digunakan dan perkiraan pencapaian tujuan.
f. Evaluasi
Penilaian dalam PPI bersifat menyeluruh dan berkesinambungan, maksudnya menyangkut menyangkut semua aspek kepribadian siswa yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Selain itu penilaian juga harus mencakup proses belajar sehingga secara bertahap dapat menggambarkan perubahan tingkah laku siswa. PPI mengemukakan model aPenilaian Acuan Patokan (PAP) yang mempertimbangkan taraf keberhasilan siswa dengan membandingkan prestasi yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan lebih dahulu. Kriteria yang dimaksud adalah ukuran minimal perilaku yang dapat diterima seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran khusus.
Alur penyusunan Program Pembelajaran Individual dilukiskan sebagai berikut :
• Identisifikasi
• Rumusan hasil identisifikasi
• Rujukan ke tim plb
• Pertemuan tim plb
• Asesmen
• Pertemuan tim asesmen
• Program pengajaran individual
• Plaksanaan program
• Evaluasi
C. Lingkungan Belajar
Yang dimaksud dengan lingkungan belajar dalam hal ini adalah lingkungan fisik dan atmosfir, serta lingkungan yang berkaitan dengan keadaan individu siswa. Lingkungan fisik meliputi: fasilitas yang ada dalam ruangan kelas dan di luar kelas; lingkungan atmosfir adalah hal-hal yang berhubungan dengan suasana, aturan-aturan yang berlangsung di kelas; dan keadaan siswa adalah berhubungan dengan kebutuhan karena kondisi khususnya.
a. Lingkungan fisik dalam kelas/ruangan
1. Tempat duduk
Pengaturan lingkaran fisik dalam kelas adalah bagaimana menentukan pola tempat duduk, ukuran alat-alat belajar (kursi, meja , papan tulis, dan lain-lain) serta earna yang digunakan. Biasanya tempat siswa duduk siswa diatur secara tradisional yaitu kursi diatur baris-baris sehingga murid harus melihat bagian belakang kepala murid lainnya. Suasana kelas seperti ini menempatkan anak luar biasa di dalamnya akan merupakan tindakan yang kejam.
Posisi tempat duduk dapat diubah sesuai dengan kebutuhan siswa dan bidang pengajaran. Kemudian dari pada itu anak luar biasa dengan kondisi tertentu seperti anak jiperaktif sebaiknya ditempatkan dekat meja guru dan dekat tembok.. Hal ini untuk menghindari atau mengatur gerak siswa tersebut sehingga dapat berkonsentrasi. Sama halnya dengan anak yang mengalami gangguan pendengaran pada telinga kiri maka sebaiknya anak tersebut ditempatkan dibagian palig kiri kelas dan paling depan. Dengan kondisi seperti itu diharapkan ia dapat mendengar ucapan guru dan temannya yang berada di sebelah kanan dan dapat membaca gerak bibir guru apabila guru menjelaskan pelajaran.
2. Ukuran alat-alat
Dalam plaksanaan PPI tercermin dalam pengaturan alat-alat. Oleh karena itu agar dapat diatur sendiri oleh siswa-siswa maka tentu saja ukuran lat-alat harus dapat dipindah-pindahkan oleh mereka sendiri. Demikian pula dengan ikuran papantulis harus lebar dan panjang sehingga memberi kemungkinan semua siswa dapat menggunakan papan tulis tersebut.
3. Warna alat-alat
Warna alat-alat dan ruanganpun harus dipilih agar tidak menimbulkan kegelisahan bagi siswa. Beberapa penelitian menyatakan bahwa warna ruangan merah menjadikan denyut badi siswa cenderung rendah. Sebaliknya warna ruangan yang cerah (hijau,abu-abu) siswa-siswa yang belajar di ruangan itu cenderung tenag, akrab dan hasil belajar mereka cenderung baik/tinggi.
b. Lingkungan fisik di luar ruangan
Setiap lembaga pendidikan atau lingkunagan sekolah hendaknya memiliki lapangan bermain. Di lapangan itu hendaknya tersedia alat-alat yang memungkinkan siswa dapat kreatif dalam bergerak atau dalam bermain. Alat-alat itu berupa alat permainan formal : misalnya permainan volly, basket, bulutangkis, dan adapula permainan-permainan yang membutuhkan pengembangan daya cipta, seperti bak pasir, terowonan-terowongan dan lain-lain (terutama untuk anak kecil)
c. Lingkungan atmosfir/suasana
Lingkungan atmosfir adalah hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan suasana yang kondusif, adanya aturan-aturan yang jelas, serta terciptanya komunikasi dengan lingkungannya.
Penciptaan suasana yang kondusif seperti terciptanya suasana akrab, tekun sehingga memungkinkan siswa-siswa berkembang optimal. Aturan-aturan atau disiplin yang ditanamkan hendaknya tidak membuat siswa-siswa bingung sehingga memungkinkan siswa merasa tenang dan dapat belajar dengan baik.
BAB VI
KESIMPULAN
Manajemen pendidikan luar biasa tidak jauh berbeda dengan manajemen pendidikan umum. Sedikit perbedaan yang terlihat pada manajemen pendidikan luar biasa yaitu lebih menekankan pada layanan pendidik khusus.
Pada hakikatnya upaya tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan potensi yang masih dimiliki siswa. Untuk melihat keberhasilan pencapaian tersebut, akan tampak dari beberapa faktor sebagai indikator kinerja (key result area) yang berhasil dicapai oleh pendidikan luar biasa. Dengan kata lain pendidikan luar biasa dituntut untuk mampu secara maksimal melaksanakan tugas dan fungsinya dalam faktor-faktor tersebut sebgai bukti terselenggaranya kegiatan pendidikan.
• Kurikulum Fleksibel
• Proses Belajar Mengajar Efektif
• Lingkungan Sekolah
• SDM dan Sumber Daya Lain
• Standarisasi Pengajaran dengan Evaluasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar